Tugas Geologi
Indonesia
“GEOLOGI PULAU KALIMANTAN”
Oleh
Yunika
Tohulowula
451 414 050
Geografi B
Dosen
pengampuh Mata Kuliah Geologi Indonesia
Intan Noviantari
Manyoe, S.Si., M.T
NIP 19821112 200812 2 002
PROGRAM STRUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
FAKULAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2016
A.
PULAU
KALIMANTAN
Pulau Kalimantan berada dibagian
tenggara dari lempeng Eurasia. Pada bagian utara dibatasi oleh cekungan
marginal Laut China Selatan, di bagian timur oleh selat Makassar dan di bagian
selatan oleh Laut Jawa.
Gambar 1:
Kerangka Tektonik Pulau Kalimantan (Bachtiar, 2006)
Bagian utara Kalimantan didominasi
oleh komplek akresi Crocker-Rajang-Embaluh berumur Kapur dan Eosen-Miosen. Di
bagian selatan komplek ini terbentuk Cekungan Melawi-Ketungai dan Cekungan
Kutai selama Eosen Akhir, dan dipisahkan oleh zona ofiolit-melange Lupar-Lubok
Antu dan Boyan.
Di bagian selatan pulau Kalimantan
terdapat Schwanner Mountain berumur Kapur Awal-Akhir berupa batolit granit dan
granodiorit yang menerobos batuan metamorf regional derajat rendah. Tinggian
Meratus di bagian tenggara Kalimantan yang membatasi Cekungan Barito dengan
Cekungan Asem-asem. Tinggian Meratus merupakan sekuens ofiolit dan busur
volkanik Kapur Awal. Cekungan Barito dan Cekungan Kutai dibatasi oleh Adang
flexure.
B.
Sejarah
Tektonik Pulau Kalimantan
Ø Basement pre-Eosen
agian baratdaya Kalimantan tersusun atas kerak yang stabil
(Kapur Awal) sebagai bagian dari Lempeng Asia Tenggara meliputi baratdaya
Kalimantan, Laut Jawa bagian barat, Sumatra, dan semenanjung Malaysia. Wilayah
ini dikenal sebagai Sundaland. Ofiolit dan sediment dari busur kepulauan dan
fasies laut dalam ditemukan di Pegunungan Meratus, yang diperkirakan berasal
dari subduksi Mesozoikum. Di wilayah antara Sarawak dan Kalimantan terdapat
sediment laut dalam berumur Kapur-Oligosen (Kelompok Rajang), ofiolit di (Lupar
line, Gambar 4; Tatau-Mersing line, Gambar 5 dan 6; Boyan mélange antara
Cekungan Ketungai dan Melawi), dan unit lainnya yang menunjukkan adanya
kompleks subduksi. Peter dan Supriatna (1989) menyatakan bahwa terdapat
intrusive besar bersifat granitik berumur Trias diantara Cekungan Mandai dan
Cekungan Kutai atas, memiliki kontak tektonik dengan formasi berumur
Jura-Kapur.
Gambar 2: NW – SE Cross section
Schematic reconstruction (A) Late Cretaceous, and
(B) Eocene (Pertamina
BPPKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006).
Ø Permulaan Cekungan Eosen
Banyak penulis memperkirakan bahwa keberadaan zona subduksi
ke arah tenggara di bawah baratlaut Kalimantan (Gambar 2 dan 3) pada periode
Kapur dan Tersier awal dapat menjelaskan kehadiran ofiolit, mélanges, broken
formations, dan struktur tektonik Kelompok Rajang di Serawak (Gambar 4),
Formasi Crocker di bagian barat Sabah, dan Kelompok Embaluh. Batas sebelah
timur Sundaland selama Eosen yaitu wilayah Sulawesi, yang merupakan batas
konvergensi pada Tersier dan kebanyakan sistem akresi terbentuk sejak
Eosen.
Gambar 3: Paleocene – Middle Eocene SE Asia tectonic
reconstruction.
SCS
= South China Sea, LS = Lupar Subduction, MS = Meratus Subduction,
WSUL
= West Sulawesi, I-AU = India Australia Plate, PA = Pacific plate
(Pertamina BPKKA,
1997, op cit., Bachtiar, 2006)
Gambar
4: Cross section reconstruction of North Kalimantan that show Lupar subduction
in Eocene
(Hutchison, 1989, op cit., Bachtiar 2006))
Mulainya collision antara India dan
Asia pada Eosen tengah (50 Ma) dan mempengaruhi perkembangan dan penyesuaian
lempeng Asia. Adanya subsidence pada Eosen dan sedimentasi di Kalimantan dan
wilayah sekitarnya merupakan fenomena regional dan kemungkinan dihasilkan dari
penyesuaian lempeng, sebagai akibat pembukaan bagian back-arc Laut Celebes.
Ø Tektonisme
Oligosen
Tektonisme pada pertengahan Oligosen
di sebagian Asia tenggara, termasuk Kalimantan dan bagian utara lempeng benua
Australia, diperkirakan sebagai readjusement dari lempeng pada Oligosen.
Di pulau New Guinea, pertengahan Oligosen ditandai oleh ketidakselarasan
(Piagram et al., 1990 op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992) yang dihubungkan
dengan collision bagian utara lempeng Australia (New Guinea) dengan sejumlah
komplek busur. New Guinea di ubah dari batas konvergen pasif menjadi oblique.
Sistem sesar strike-slip berarah barat-timur yang menyebabkan perpindahan
fragmen benua Australia (Banggai Sula) ke bagian timur Indonesia berpegaruh
pada kondisi lempeng pada pertengahan Oligosen.
Gambar
5: Late Oligocene – Early Miocene SE Asia tectonic reconstruction.
SCS
= South China Sea, LS = Lupar Subduction, MS = Mersing Subduction, WSUL = West
Sulawesi,
E
SUL = East Sulawesi I-AU = India Australia plate, PA = Pacific plate, INC =
Indocina, RRF = Red River Fault,
IND
= India; AU = Australia, NG = New Guinea, NP = North Palawan, RB = Reed Bank, H
= Hainan,
SU = Sumba (Pertamina BPKKA, 1997, op cit., Bachtiar
2006)
Ketidakselarasan pada pertengahan
Oligosen hadir di Laut China selatan (SCS) dan wilayah sekitarnya (Adams dan
Haak, 1961; Holloway, 1982; Hinz dan Schluter, 1985; Ru dan Pigott, 1986;
Letouzey dan Sage, 1988; op cit., Van de
Weerd dan Armin, 1992). Ketidak selarasan ini dihubungkan
dengan pemekaran lantai samudera di SCS. Subduksi pada baratlaut Kalimantan
terhenti secara progresif dari baratdaya sampai timurlaut. Di bagian baratdaya,
berhenti pada pertengahan Oligosen; di bagian timurlaut, berhenti pada akhir
Miosen awal (Holloway, 1982, op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992).
Gambar
6: NW – SE cross section schematic reconstruction (A) Oligocene – Middle
Miocene, and
(B) Middle Miocene - Recent (Pertamina
BPPKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006).
Gambar
7: Middle Miocene – Recent SE Asia tectonic reconstruction
(Pertamina BPKKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006)
Ø Tektonisme
Miosen
Di wilayah sekitar SCS pada Miosen
awal-tengah terjadi perubahan yang Sangat penting. Pemekaran lantai samudera di
SCS berhenti, sebagai subduksi di Sabah dan Palawan; mulai terjadinya pembukaan
Laut Sulu (silver et al., 1989; Nichols, 1990; op cit., Van de Weerd dan Armin,
1992); dan obduksi ofiolit di Sabah (Clennell, 1990, op cit., Van de Weerd dan
Armin, 1992). Membukanya cekungan marginal Laut Andaman terjadi pada sebagian
awal Miosen tengah (Harland et al., 1989. op cit., Van de Weerd dan Armin,
1992).
Gambar 8: Elemen Tektonik Pulau
Kalimantan pada Miosen tengah. Nuay, 1985, op cit., Oh, 1987.)
C.
Tatanan Stratigrafi
Dalam
pembahasan stratigrafi, akan dibahas hubungan tektonik dan pengendapan cekungan
dari 2 (dua) cekungan yaitu Cekungan Barito dan Cekungan Kutai.
1. Cekungan
Barito
a.
Tektonik
Secara tektonik
Cekungan Barito terletak pada batas bagian tenggara dari Schwanner Shield, Kalimantan Selatan. Cekungan ini
dibatasi oleh Tinggian Meratus pada bagian Timur dan pada bagian Utara terpisah
dengan Cekungan Kutaioleh pelenturan berupa Sesar Adang, ke Selatan masih
membuka ke Laut Jawa, dan ke Barat dibatasi oleh Paparan Sunda.
Cekungan Barito
merupakan cekungan asimetrik, memiliki cekungan depan (foredeep) pada bagian paling Timur dan berupa platform pada bagian Barat. Cekungan Barito mulai terbentuk pada
Kapur Akhir, setelah tumbukan (collision)
antara microcontinent Paternoster dan
Baratdaya Kalimantan (Metcalfe, 1996; Satyana, 1996).
Pada Tersier
Awal terjadi deformasi ekstensional sebagai dampak dari tektonik konvergen, dan
menghasilkan pola rifting Baratlaut –
Tenggara. Rifting ini kemudian
menjadi tempat pengendapan sedimen lacustrine
dan kipas aluvial (alluvial fan)
dari Formasi Tanjung bagian bawah yang berasal dari wilayah horst dan mengisi bagian graben, kemudian diikuti oleh
pengendapan Formasi Tanjung bagian atas dalam hubungan transgresi.
Pada Awal
Oligosen terjadi proses pengangkatan yang diikuti oleh pengendapan Formasi
Berai bagian Bawah yang menutupi Formasi Tanjung bagian atas secara selaras
dalam hubungan regresi. Pada Miosen Awal dikuti oleh pengendapan satuan batugamping
masif Formasi Berai.
Selama Miosen
tengah terjadi proses pengangkatan kompleks Meratus yang mengakibatkan
terjadinya siklus regresi bersamaan dengan diendapkannya Formasi Warukin bagian
bawah, dan pada beberapa tempat menunjukkan adanya gejala ketidakselarasan
lokal (hiatus) antara Formasi Warukin bagian atas dan Formasi Warukin bagian
bawah.
Pengangkatan
ini berlanjut hingga Akhir Miosen Tengah yang pada akhirnya mengakibatkan
terjadinya ketidakselarasan regional antara Formasi Warukin atas dengan Formasi
Dahor yang berumur Miosen Atas – pliosen.
Tektonik
terakhir terjadi pada kala Plio-Pliestosen, seluruh wilayah terangkat,
terlipat, dan terpatahkan. Sumbu struktur sejajar dengan Tinggian Meratus.
Sesar-sesar naik terbentuk dengan kemiringan ke arah Timur, mematahkan
batuan-batuan tersier, terutama daerah-daerah Tinggian Meratus.
b.
Stratigrafi
Urutan stratigrafi Cekungan Barito dari
tua ke muda adalah :
Formasi Tanjung (Eosen – Oligosen Awal)
Formasi ini
disusun oleh batupasir, konglomerat, batulempung, batubara, dan basalt. Formasi
ini diendapkan pada lingkungan litoral neritik.
Formasi Berai
(Oligosen Akhir – Miosen Awal)
Formasi Berai disusun oleh batugamping berselingan dengan
batulempung / serpih di bagian bawah, di bagian tengah terdiri dari batugamping
masif dan pada bagian atas kembali berulang menjadi perselingan batugamping,
serpih, dan batupasir. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan lagoon-neritik
tengah dan menutupi secara selaras Formasi Tanjung yang terletak di bagian
bawahnya. Kedua Formasi Berai, dan Tanjung memiliki ketebalan 1100 m pada dekat
Tanjung.
Formasi Warukin (Miosen Bawah – Miosen Tengah)
Formasi Warukin
diendapkan di atas Formasi Berai dan ditutupi secara tidak selaras oleh Formasi
Dahor. Sebagian besar sudah tersingkap, terutama sepanjang bagian barat
Tinggian Meratus, malahan di daerah Tanjung dan Kambitin telah tererosi. Hanya
di sebelah selatan Tanjung yang masih dibawah permukaan.
Formasi ini
terbagi atas dua anggota, yaitu Warukin bagian bawah (anggota klastik), dan
Warukin bagian atas (anggota batubara). Kedua anggota tersebut dibedakan
berdasarkan susunan litologinya.
Warukin bagian
bawah (anggota klastik) berupa perselingan antara napal atau lempung gampingan
dengan sisipan tipis batupasir, dan batugamping tipis di bagian bawah,
sedangkan dibagian atas merupakan selang-seling batupasir, lempung, dan
batubara. Batubaranya mempunyai ketebalan tidak lebih dari 5 m., sedangkan
batupasir bias mencapai ketebalan lebih dari 30 m.
Warukin bagian
atas (anggota batubara) dengan ketebalan maksimum ± 500 meter, berupa
perselingan batupasir, dan batulempung dengan sisipan batubara. Tebal lapisan
batubara mencapai lebih dari 40 m., sedangkan batupasir tidak begitu tebal,
biasanya mengandung air tawar. Formasi Warukin diendapkan pada lingkungan
neritik dalam (innerneritik) – deltaik dan menunjukkan fasa regresi.
Formasi Dahor
(Miosen Atas – Pliosen)
Formasi ini terdiri atas perselingan antara batupasir,
batubara, konglomerat, dan serpih yang diendapkan dalam lingkungan litoral –
supra litoral.
2. Cekungan Kutai
a.
Tektonik
Cekungan Kutai
di sebelah utara berbatasan dengan Bengalon dan Zona Sesar Sangkulirang, di
selatan berbatasan dengan Zona Sesar Adang, di barat dengan sedimen-sedimen
Paleogen dan metasedimen Kapur yang terdeformasi kuat dan terangkat dan
membentuk daerah Kalimantan Tengah, sedangkan di bagian timur terbuka dan
terhubung denganlaut dalam dari Cekungan Makassar bagian Utara.
Gambar 9: Elemen Struktur bagian timur Cekungan Kutai.
(Beicip, 1992, op.cit. Allen dan Chambers, 1998. )
Cekungan
Kutai dapat dibagi menjadi fase pengendapan transgresif Paleogen dan pengendapan regresif Neogen. Fase Paleogen dimulai dengan ekstensi
pada tektonik dan pengisian cekungan selama Eosen dan memuncak pada fase
longsoran tarikan post-rift dengan diendapkannya
serpih laut dangkal dan karbonat selama Oligosen akhir. Fase Neogen dimulai
sejak Miosen Bawah sampai sekarang, menghasilkan progradasi delta dari Cekungan
Kutai sampai lapisan Paleogen. Pada Miosen Tengah dan lapisan yang lebih muda
di bagian pantai dan sekitarnya berupa sedimen klastik regresif yang mengalami
progradasi ke bagian timur dari Delta Mahakam secara progresif lebih muda
menjauhi timur. Sedimen-sedimen yang mengisi Cekungan Kutai banyak terdeformasi
oleh lipatan-lipatan yang subparalel dengan pantai. Intensitas perlipatan semakin berkurang ke
arah timur, sedangkan lipatan di daerah dataran pantai dan lepas pantai terjal,
antiklin yang sempit dipisahkan oleh sinklin yang datar. Kemiringan cenderung
meningkat sesuai umur lapisan pada antiklin. Lipatan-lipatan terbentuk
bersamaan dengan sedimentasi berumur Neogen. Banyak lipatan-lipatan yang
asimetris terpotong oleh sesar-sesar naik yang kecil, secara umum berarah
timur, tetapi secara lokal berarah barat.
Gambar 10:
Cekungan Kutai dari Oligosen akhir – sekarang. (Beicip, 1992, op.cit. Allen dan
Chambers, 1998.)
b.
Stratigrafi
Pada Kala
Oligosen (Tersier awal) Cekungan Kutai mulai turun dan terakumulasi sediment-sediment laut dangkal
khususnya mudstone, batupasir sedang
dari Formasi serpih Bogan dan Formasi Pamaluan. Pada awal Miosen, pengangkatan
benua ( Dataran Tinggi Kucing) ke arah barat dari tunjaman menghasilkan banyak
sedimen yang mengisi Cekungan Kutai pada formasi delta-delta sungai, salah
satunya di kawasan Sangatta. Ciri khas sedimen-sedimen delta terakumulasi pada
Formasi Pulau Balang, khususnya sedimen dataran delta bagian bawah dan sedimen
batas laut, diikuti lapisan-lapisan dari Formasi Balikpapan yang terdiri atas mudstone, bataulanau, dan batupasir dari
lingkungan pengendapan sungai yang banyak didominasi substansi gambut delta plain bagian atas yang kemudian membentuk
lapisan-lapisan batubara pada endapan di bagian barat kawasan Pinang. Subsidence
yang berlangsung terus pada waktu itu kemungkinan tidak seragam dan meyebabkan
terbentuknya sesar-sesar pada sedimen-sedimen. Pengendapan pada Formasi
Balikpapan dilanjutkan dengan akumulasi lapisan-lapisan Kampung Baru pada kala
Pliosen. Selama Kala Pliosen, serpih dari serpih Bogan dan Formasi Pamaluan
yang sekarang terendapkan sampai kedalaman 2000 meter, menjadi kelebihan tekanan dan tidak stabil,
menghasilkan pergerakan diapir dari serpih ini melewati sedimen-sedimen
diatasnya menghasilkan struktur antiklin-antiklin rapat yang dipisahkan oleh
sinklin lebih datar melewati Cekugan Kutai dan pada kawasan Pinang terbentuk
struktur Kerucut Pinang dan Sinklin Lembak.
Gambar 11:
Stratigrafi regional daerah PKP2B Asam –asam PT Arutmin Indonesia (Final Report
PT Arutmin Indonesia, 2010)
Sumber:
Allen, G.P.,
dan Chambers,J.L.C.,1998, Sedimentation
in the Modern and Miocen Mahakam Delta. IPA, hal. 156-165.
Bachtiar, A.,
2006, Slide Kuliah Geologi Indonesia, Prodi Teknik Geologi, FIKTM-ITB.
Oh,H.L., The Kutai Basin a Unique Structural History. Proceeding IPA 20th October 1987 Vol I p. 311-316.
Satyana, A.H.,
2000, Kalimantan, An Outline of The Geology of Indonesia, Indonesian
Association of Geologists, p.69-89.
Van de Weerd, A.A., dan Armin, Richard A., 1992, Origin
and Evolution of the Tertiary Hydrocarbon-Bearing Basins in Kalimantan
(Borneo), Indonesia, The American Association of Petroleum Geologists
Bulletin v. 76, No. 11, p. 1778-1803.